Beranda » Berita » DPR Setuju Hapus Rujukan BPJS Berjenjang, Pasien Sakit Jantung Bisa Langsung ke RS Tipe A

DPR Setuju Hapus Rujukan BPJS Berjenjang, Pasien Sakit Jantung Bisa Langsung ke RS Tipe A

Pernah nggak sih mengalami atau mendengar cerita pasien BPJS yang sakit berat tapi harus muter-muter dulu dari puskesmas, ke RS tipe C, baru bisa ke RS tipe A?

Situasi seperti ini memang sering terjadi dan menjadi keluhan klasik pengguna BPJS Kesehatan.

Bayangkan seseorang yang sedang mengalami serangan jantung—kondisi yang membutuhkan penanganan cepat dan tepat—harus melewati beberapa tingkatan fasilitas kesehatan sebelum bisa mendapat perawatan di rumah sakit yang memang punya kompetensi menangani penyakit jantung.

Waktu yang terbuang dalam proses rujukan berjenjang ini bukan hanya merepotkan, tapi juga bisa membahayakan nyawa pasien.

Kabar baiknya, akhirnya ada angin segar dari pemerintah!

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, mengaku setuju dengan rencana Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang akan menghapus sistem rujukan BPJS berjenjang.

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Yahya kepada wartawan pada Jumat (14/11/2025).

Penghapusan sistem rujukan berjenjang ini bukan sekadar wacana, tapi sudah masuk pembahasan serius antara pemerintah dan DPR.

Kalau benar-benar diterapkan, ini akan menjadi terobosan besar yang mengubah cara kerja BPJS Kesehatan dan memudahkan akses pasien ke layanan kesehatan yang tepat.

Mari kita kupas lengkap: apa itu sistem rujukan berjenjang, kenapa DPR setuju dihapus, apa dampaknya bagi pasien dan rumah sakit, serta kapan kebijakan baru ini akan diterapkan.

Apa Itu Sistem Rujukan BPJS Berjenjang?

Sebelum membahas kenapa sistem ini akan dihapus, penting untuk memahami dulu bagaimana sistem rujukan berjenjang bekerja.

Cara Kerja Sistem Rujukan Berjenjang Saat Ini

Sistem rujukan berjenjang adalah mekanisme di mana pasien BPJS harus melewati beberapa tingkatan fasilitas kesehatan sesuai hierarki:

Level 1: Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

  • Puskesmas
  • Klinik pratama
  • Dokter praktik mandiri
  • Rumah sakit tipe D (di daerah terpencil)

Fungsi: Pelayanan kesehatan dasar seperti pemeriksaan umum, pengobatan penyakit ringan, imunisasi, dan KB.

Level 2: Rumah Sakit Tipe C

  • Rumah sakit kabupaten/kota dengan pelayanan sekunder
  • Punya beberapa dokter spesialis dasar (penyakit dalam, bedah, anak, obstetri)

Fungsi: Menangani penyakit yang membutuhkan pelayanan spesialis tingkat menengah.

Level 3: Rumah Sakit Tipe B

  • Rumah sakit provinsi atau regional dengan pelayanan lebih lengkap
  • Punya lebih banyak spesialis dan subspesialis

Fungsi: Menangani penyakit yang lebih kompleks dan membutuhkan peralatan medis canggih.

Level 4: Rumah Sakit Tipe A

  • Rumah sakit pusat rujukan nasional
  • Punya semua jenis spesialis dan subspesialis
  • Peralatan medis tercanggih
  • Bisa menangani kasus paling rumit

Fungsi: Menangani penyakit yang sangat kompleks, membutuhkan teknologi tinggi, atau kasus-kasus langka.

Alur Rujukan Berjenjang

Dalam sistem lama, alur rujukannya seperti ini:

  1. Pasien sakit → Harus ke FKTP dulu (Puskesmas/Klinik)
  2. Kalau FKTP tidak bisa menangani → Rujuk ke RS Tipe C
  3. Kalau RS Tipe C tidak bisa menangani → Rujuk ke RS Tipe B
  4. Kalau RS Tipe B tidak bisa menangani → Baru rujuk ke RS Tipe A
Baca Juga:  IHSG Melemah Meski Transaksi Melejit! Ini Saham-Saham yang Menarik Turun 17 Nov 2025, Dibongkar Lengkap

Artinya, untuk sampai ke RS Tipe A, seorang pasien bisa melewati hingga 4 tingkatan rujukan—sebuah proses yang bisa memakan waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu.

Kenapa DPR Setuju Rujukan Berjenjang Dihapus?

Ada beberapa alasan kuat kenapa Komisi IX DPR mendukung penghapusan sistem ini.

1. Sangat Merepotkan Masyarakat

“Dengan rujukan berjenjang sangat merepotkan masyarakat, apalagi kalau penyakitnya penyakit yang berat,” kata Yahya Zaini.

Bayangkan kondisi nyata di lapangan:

Kasus 1: Pasien Serangan Jantung

  • Pasien mengalami nyeri dada hebat, kemungkinan serangan jantung
  • Harus ke puskesmas dulu → Puskesmas tidak punya fasilitas untuk cath lab atau operasi jantung
  • Dirujuk ke RS Tipe C → RS Tipe C punya dokter spesialis jantung tapi tidak bisa operasi bypass
  • Dirujuk lagi ke RS Tipe A → Baru bisa ditangani dengan baik

Waktu yang terbuang dalam proses ini bisa fatal—serangan jantung membutuhkan penanganan dalam hitungan menit hingga jam, bukan hari.

Kasus 2: Pasien Kanker Stadium Lanjut

  • Pasien butuh kemoterapi atau radioterapi
  • Puskesmas tidak bisa → Rujuk ke RS Tipe C
  • RS Tipe C tidak punya fasilitas radioterapi → Rujuk ke RS Tipe B atau A
  • Waktu yang terbuang bisa memperburuk kondisi kanker

2. Memberatkan BPJS Secara Finansial

Yahya Zaini menjelaskan bahwa sistem berjenjang justru memberatkan BPJS karena harus membayar semua rumah sakit secara berjenjang.

Bagaimana ini memberatkan BPJS?

Misal seorang pasien dengan penyakit jantung harus melewati 3 tingkatan:

  • Puskesmas: Pemeriksaan awal, EKG, obat sementara → BPJS bayar Rp200.000
  • RS Tipe C: Pemeriksaan spesialis, echocardiography → BPJS bayar Rp2.000.000
  • RS Tipe A: Operasi bypass jantung → BPJS bayar Rp50.000.000

Total biaya: Rp52.200.000

Padahal kalau langsung ke RS Tipe A sejak awal, biayanya bisa hanya Rp50.500.000 (pemeriksaan awal + operasi).

Jadi sistem berjenjang justru membuat BPJS harus membayar lebih banyak karena ada duplikasi pemeriksaan di berbagai tingkatan.

3. Membahayakan Nyawa Pasien

Ini yang paling krusial.

Menkes Budi Gunadi Sadikin bahkan mengatakan dengan tegas bahwa sistem rujukan bertingkat malah membahayakan nyawa.

Untuk penyakit-penyakit yang membutuhkan penanganan segera seperti:

  • Serangan jantung
  • Stroke
  • Kecelakaan berat
  • Komplikasi kehamilan
  • Penyakit infeksi berat

Setiap menit yang terbuang dalam proses rujukan bisa berarti perbedaan antara hidup dan mati.

Contoh konkret: Pasien stroke harus mendapat terapi trombolitik dalam “golden period” 4,5 jam setelah gejala muncul.

Kalau harus muter-muter dari puskesmas ke RS tipe C dulu, golden period ini bisa terlewat—dan kesempatan sembuh total hilang.

4. Bertujuan Pemerataan Tapi Tidak Efektif

Yahya Zaini menjelaskan bahwa mulanya rujukan berjenjang bertujuan untuk pemerataan layanan rumah sakit agar semua rumah sakit secara berjenjang menerima pembayaran layanan dari BPJS.

Ideanya bagus: Semua RS dapat pasien, semua dapat income dari BPJS, tidak ada RS yang sepi atau over capacity.

Tapi realitanya?

  • Pasien tetap berusaha “naik kelas” lebih cepat karena ingin pelayanan terbaik
  • Banyak yang akhirnya bayar out of pocket untuk skip rujukan
  • RS tipe C dan D tetap sepi untuk kasus-kasus berat
  • RS tipe A tetap penuh karena menerima rujukan dari semua level

Jadi tujuan pemerataan tidak tercapai, yang ada justru inefisiensi dan pemborosan.

Sistem Baru: Rujukan Berbasis Kompetensi

Lalu seperti apa sistem yang akan menggantikan rujukan berjenjang?

Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan akan mengubah rujukan menjadi berbasis kompetensi, bukan berbasis tingkatan.

Cara Kerja Rujukan Berbasis Kompetensi

Prinsip dasar: Pasien langsung dirujuk ke fasilitas kesehatan yang memiliki kompetensi untuk menangani penyakitnya, tanpa harus melalui tingkatan-tingkatan.

Baca Juga:  PPPK Mau Jadi PNS? Ini Syarat, Prosedur, dan Cara Lengkap Sesuai UU ASN

Contoh implementasi:

Kasus: Pasien Serangan Jantung

  • Pasien datang ke puskesmas atau UGD mana saja
  • Dokter mendiagnosis: serangan jantung akut, butuh tindakan cath lab segera
  • Langsung dirujuk ke RS yang punya cath lab (bisa RS Tipe A atau B yang punya fasilitas)
  • Tidak perlu lewat RS Tipe C yang tidak punya cath lab

Kasus: Pasien Patah Tulang Sederhana

  • Pasien jatuh, tulang lengan patah
  • Datang ke puskesmas
  • Kalau patahan sederhana → Bisa langsung ditangani di RS Tipe C terdekat
  • Tidak perlu ke RS Tipe A yang jauh dan lebih mahal

Kasus: Pasien Kanker Butuh Radioterapi

  • Pasien kanker payudara butuh radioterapi
  • Langsung dirujuk ke RS yang punya fasilitas radioterapi (biasanya Tipe A atau beberapa Tipe B)
  • Tidak perlu lewat RS yang tidak punya fasilitas itu

Keuntungan Sistem Berbasis Kompetensi

1. Penanganan Lebih Cepat

Pasien langsung mendapat perawatan di tempat yang tepat, tanpa waktu terbuang untuk rujukan bertingkat.

2. Biaya Lebih Efisien

BPJS tidak perlu membayar pemeriksaan berulang di berbagai tingkatan. Cukup bayar sekali di tempat yang memang bisa menangani.

3. Outcome Kesehatan Lebih Baik

Dengan penanganan cepat dan tepat, angka kesembuhan meningkat dan risiko komplikasi berkurang.

4. Rumah Sakit Bekerja Sesuai Kapasitas

  • RS yang punya kompetensi spesifik akan dapat pasien sesuai keahlian
  • RS kecil tetap dapat pasien untuk kasus-kasus yang bisa mereka tangani
  • Tidak ada over capacity atau under capacity yang ekstrem

Dampak Penghapusan Rujukan Berjenjang

Kalau kebijakan ini benar-benar diterapkan, apa dampaknya untuk berbagai pihak?

Dampak untuk Pasien

Keuntungan:

  • ✅ Tidak perlu muter-muter ke berbagai fasilitas kesehatan
  • ✅ Penanganan lebih cepat, terutama untuk penyakit berat
  • ✅ Angka kesembuhan lebih tinggi karena golden period tidak terlewat
  • ✅ Lebih hemat waktu, tenaga, dan biaya transportasi
  • ✅ Pengalaman berobat lebih baik (patient experience meningkat)

Tantangan:

  • ⚠️ Harus lebih jelas kriteria penyakit apa bisa ke RS mana
  • ⚠️ Bisa ada abuse (pasien sakit ringan maksa ke RS besar)
  • ⚠️ Perlu edukasi agar pasien paham sistem baru

Dampak untuk Rumah Sakit

Rumah Sakit Tipe A:

  • Kemungkinan: Akan lebih banyak pasien dengan penyakit berat/kompleks
  • Tantangan: Bisa terjadi over capacity kalau tidak diatur dengan baik
  • Keuntungan: Fokus pada kasus-kasus yang memang menjadi kompetensi inti

Rumah Sakit Tipe B:

  • Kemungkinan: Akan dapat pasien sesuai spesialisasi yang mereka miliki
  • Keuntungan: Efisiensi operasional lebih baik
  • Tantangan: Harus upgrade fasilitas kalau ingin dapat lebih banyak rujukan

Rumah Sakit Tipe C:

  • Kekhawatiran terbesar: Bisa sepi pasien kalau masyarakat lebih memilih RS besar
  • Solusi yang diperlukan: Upgrade kompetensi dan fasilitas untuk spesialisasi tertentu
  • Peluang: Bisa jadi rujukan utama untuk kasus-kasus menengah di wilayahnya

Yahya Zaini sudah mengantisipasi masalah ini:

“Kalau rencana kebijakan tersebut diterapkan nanti akan ada rumah sakit yang tidak mendapatkan pasien. Yang kedua, rumah sakit yang bagus akan over pelayanan. Karena masyarakat akan berbondong bondong berobat ke rumah sakit yang bagus,” ujarnya.

“Rumah sakit tipe B dan tipe A akan banyak dikunjungi pasien atau masyarakat. Sedangkan rumah sakit tipe C akan sepi pengunjung,” imbuhnya.

Dampak untuk BPJS

Keuntungan:

  • ✅ Lebih hemat karena tidak ada duplikasi pemeriksaan
  • ✅ Outcome kesehatan lebih baik → biaya komplikasi berkurang
  • ✅ Sistem lebih efisien dan mudah dimonitor
  • ✅ Kepuasan peserta meningkat

Tantangan:

  • ⚠️ Harus membuat sistem verifikasi agar tidak ada abuse
  • ⚠️ Perlu koordinasi ketat dengan semua RS untuk pemetaan kompetensi
  • ⚠️ Sistem IT harus di-upgrade untuk mendukung rujukan berbasis kompetensi

Solusi untuk Mencegah RS Kecil Sepi

DPR dan pemerintah tentu sudah memikirkan solusi agar tidak ada RS yang sepi dan bangkrut. Beberapa opsi yang mungkin diterapkan:

Baca Juga:  Akhirnya! Kenaikan Gaji PNS 2025 Mulai Cair November, Ini Jadwal Pembayarannya

1. Pemetaan Kompetensi yang Jelas

Setiap RS akan dipetakan kompetensinya:

  • RS A: Ahli di bedah jantung, neurologi, onkologi
  • RS B: Ahli di ortopedi, obstetri kompleks
  • RS C: Ahli di pelayanan umum, bedah ringan

Rujukan disesuaikan dengan peta kompetensi ini, bukan semata berdasarkan tipe RS.

2. Insentif untuk RS yang Upgrade Fasilitas

RS tipe C yang mau upgrade fasilitas untuk spesialisasi tertentu akan dapat insentif dari pemerintah atau BPJS.

Misalnya RS Tipe C di daerah pegunungan upgrade jadi center of excellence untuk penyakit paru → akan dapat rujukan pasien paru dari sekitarnya.

3. Sistem Zonasi

Pasien tetap diprioritaskan berobat di RS terdekat kalau RS tersebut punya kompetensi yang dibutuhkan. Hanya kalau RS terdekat tidak mampu, baru dirujuk ke RS yang lebih jauh.

4. Pembatasan Pasien ke RS Besar

RS Tipe A hanya menerima kasus-kasus yang memang benar-benar kompleks. Untuk kasus sederhana, tetap diarahkan ke RS tipe B atau C meski sistemnya tidak “berjenjang” lagi.

Kapan Kebijakan Ini Akan Diterapkan?

Sampai artikel ini ditulis, belum ada pengumuman resmi kapan sistem rujukan berbasis kompetensi akan mulai diterapkan.

Yang sudah pasti:

  • Menkes Budi Gunadi Sadikin sudah mengumumkan rencana dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR (13/11/2025)
  • Komisi IX DPR sudah menyatakan dukungan (14/11/2025)
  • Ini berarti sudah ada political will dari pemerintah dan legislatif

Perkiraan timeline:

  • 2025 akhir – 2026 awal: Penyusunan regulasi dan aturan teknis
  • 2026: Uji coba (pilot project) di beberapa daerah
  • 2027: Implementasi nasional bertahap

Tapi ini hanya estimasi. Bisa lebih cepat kalau ada political push yang kuat, atau lebih lambat kalau ada kendala teknis.

Yang pasti, pasien BPJS bisa berharap bahwa sistem yang lebih baik sedang dalam proses.

Apa yang Harus Dilakukan Pasien BPJS Sekarang?

Sambil menunggu kebijakan baru diterapkan, apa yang bisa dilakukan pasien BPJS?

1. Tetap Ikuti Sistem yang Berlaku Saat Ini

Selama belum ada pengumuman resmi perubahan, tetap ikuti alur rujukan berjenjang yang ada.

2. Untuk Kasus Darurat, Manfaatkan IGD

Kalau ada kondisi darurat (serangan jantung, stroke, kecelakaan berat), langsung ke IGD rumah sakit terdekat—tidak perlu rujukan!

Ini sudah aturan lama: kondisi gawat darurat tidak memerlukan rujukan berjenjang.

3. Simpan Dokumen Rujukan dengan Baik

Kalau ada rujukan dari dokter untuk penyakit berat, simpan baik-baik. Ini bisa mempercepat proses kalau sistem baru sudah diterapkan.

4. Pantau Info Resmi dari BPJS

Selalu cek website atau media sosial resmi BPJS Kesehatan untuk update kebijakan terbaru.

5. Jangan Ragu Bertanya

Kalau ada yang tidak jelas soal rujukan, tanya ke customer service BPJS (hotline 1500-400) atau kantor BPJS terdekat.

Pertanyaan yang Sering Diajukan

Apakah pasien bisa langsung ke RS Tipe A tanpa rujukan sekarang?

Belum bisa, kecuali kondisi gawat darurat. Kebijakan baru masih dalam tahap rencana dan belum berlaku.

Kalau sakit berat tapi tidak darurat, bagaimana?

Saat ini tetap harus ikuti alur rujukan berjenjang: Puskesmas → RS Tipe C → RS Tipe B → RS Tipe A (kalau diperlukan).

Apakah semua RS Tipe A akan menerima pasien langsung nanti?

Tidak semua. Hanya RS yang memiliki kompetensi untuk menangani penyakit spesifik yang akan menerima rujukan langsung.

Bagaimana dengan pasien di daerah terpencil?

Sistem baru justru lebih menguntungkan karena pasien tidak perlu muter-muter. Kalau RS terdekat tidak bisa menangani, langsung dirujuk ke RS yang mampu.

Apakah RS Tipe C akan tutup?

Tidak. RS Tipe C tetap penting untuk pelayanan kesehatan dasar dan menengah. Mereka akan dapat pasien sesuai kompetensi yang dimiliki.

Kesimpulan: Terobosan yang Ditunggu-tunggu

Persetujuan DPR untuk menghapus sistem rujukan BPJS berjenjang adalah kabar baik yang ditunggu-tunggu oleh jutaan pengguna BPJS Kesehatan.

Poin-poin penting:

  • DPR sudah setuju dengan rencana Menkes hapus rujukan berjenjang
  • Sistem baru akan berbasis kompetensi, bukan tingkatan RS
  • Pasien sakit berat bisa langsung ke RS yang punya kompetensi (misal: sakit jantung langsung ke RS dengan cath lab)
  • Tujuannya: lebih cepat, lebih hemat, lebih menyelamatkan nyawa
  • Tantangannya: perlu atur agar RS kecil tidak sepi dan RS besar tidak over capacity

Yang perlu diingat:

  • Kebijakan belum berlaku sekarang, masih tahap persiapan
  • Pasien tetap harus ikuti sistem lama sampai ada pengumuman resmi
  • Untuk kondisi darurat, langsung ke IGD—tidak perlu rujukan

Ini adalah terobosan besar dalam sistem kesehatan Indonesia. Kalau diterapkan dengan baik, akan mengubah pengalaman jutaan orang dalam mengakses layanan kesehatan.

Pantau terus perkembangannya, karena ini menyangkut hak kesehatan kita semua!