Tahun pertama pernikahan sering disebut sebagai masa-masa paling indah. Tapi di balik romantisme itu, ada satu hal yang kerap jadi pemicu konflik terbesar dalam rumah tangga: uang.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), perceraian di Indonesia cukup banyak terjadi di usia pernikahan 1-5 tahun. Salah satu penyebab utamanya? Masalah ekonomi dan ketidaksepakatan soal pengelolaan keuangan.
Nah, kabar baiknya, pola finansial yang sehat bisa dibentuk sejak awal pernikahan. Kebiasaan-kebiasaan kecil yang dibangun di tahun pertama akan menjadi fondasi kuat untuk jangka panjang.
Berikut lima kebiasaan finansial yang wajib dibangun pasangan suami istri (pasutri) sejak tahun pertama menikah.
1. Rutin Diskusi dan Sepakati Aturan Finansial
Menikah berarti menyatukan dua kebiasaan finansial yang berbeda. Ada yang terbiasa menabung, ada juga yang lebih spontan dalam berbelanja.
Tanpa kesepakatan yang jelas, perbedaan ini bisa memicu gesekan. Maka dari itu, diskusi rutin soal keuangan menjadi pondasi utama.
Hal-Hal yang Perlu Disepakati:
- Pembagian porsi penghasilan (kebutuhan, tabungan, hiburan)
- Siapa yang mengelola keuangan utama
- Batas pengeluaran tanpa perlu diskusi (misalnya di bawah Rp500.000)
- Target keuangan bersama (beli rumah, dana pendidikan anak, dll.)
Berdasarkan panduan dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan), pembagian ideal penghasilan bisa mengikuti formula 50/30/20:
| Kategori | Persentase | Contoh Alokasi |
|---|---|---|
| Kebutuhan Pokok | 50% | Makanan, listrik, transportasi, cicilan |
| Keinginan | 30% | Hiburan, hobi, makan di luar |
| Tabungan & Investasi | 20% | Dana darurat, investasi, asuransi |
Persentase ini bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Yang penting, ada kesepakatan bersama dan komitmen untuk menjalankannya.
2. Disiplin Mencatat Pengeluaran Harian
Pernah merasa gaji sudah habis padahal belum akhir bulan? Fenomena ini sering disebut “dompet bocor halus.”
Pengeluaran kecil yang tidak tercatat—kopi kekinian, parkir, jajan sore—bisa menggerus anggaran tanpa disadari. Solusinya sederhana: catat setiap pengeluaran, sekecil apapun nominalnya.
Cara Praktis Mencatat Pengeluaran:
- Gunakan aplikasi pencatat keuangan seperti Money Manager, Finansialku, atau spreadsheet sederhana
- Catat langsung setelah transaksi agar tidak lupa
- Kategorikan pengeluaran (makan, transportasi, hiburan, dll.)
- Review bersama pasangan setiap minggu atau akhir bulan
- Identifikasi pos pengeluaran yang bisa dikurangi
Jangan anggap remeh pengeluaran Rp20.000 per hari. Jika dikalikan 30 hari, nominalnya sudah mencapai Rp600.000 per bulan atau Rp7,2 juta per tahun.
Dengan mencatat, kebiasaan belanja yang tidak perlu bisa teridentifikasi dan diperbaiki.
3. Konsisten Sisihkan Dana Darurat
“Hari apes tidak ada di kalender.” Pepatah modern ini sangat relevan dalam konteks keuangan rumah tangga.
Dana darurat adalah uang yang disiapkan untuk situasi tak terduga—sakit, kehilangan pekerjaan, atau kerusakan kendaraan. Tanpa dana darurat, kejadian tak terduga bisa memaksa pasutri berutang atau menggunakan tabungan jangka panjang.
Berapa Idealnya Dana Darurat?
Menurut rekomendasi perencana keuangan, besaran dana darurat bergantung pada status:
| Status | Rekomendasi Dana Darurat |
|---|---|
| Lajang | 3-6x pengeluaran bulanan |
| Menikah tanpa anak | 6-9x pengeluaran bulanan |
| Menikah dengan anak | 9-12x pengeluaran bulanan |
Jadi, jika pengeluaran bulanan Rp5 juta dan status menikah tanpa anak, idealnya memiliki dana darurat Rp30-45 juta.
Angka ini memang tidak sedikit. Tapi tidak perlu langsung terkumpul dalam sebulan—sisihkan secara konsisten, misalnya 10% dari penghasilan setiap bulan.
Simpan dana darurat di instrumen yang likuid dan mudah dicairkan, seperti tabungan atau reksa dana pasar uang.
4. Selalu Pertimbangkan Value for Money
Banyak pasutri baru terjebak dalam mindset “yang penting murah” saat mengisi rumah tangga. Padahal, barang murah belum tentu awet.
Akibatnya, pengeluaran justru membengkak karena harus mengganti barang yang cepat rusak. Di sinilah pentingnya mempertimbangkan value for money—nilai yang didapat dibandingkan harga yang dibayar.
Prinsip Value for Money:
- Riset sebelum membeli – Bandingkan harga, kualitas, dan review dari berbagai sumber
- Pertimbangkan durabilitas – Barang yang lebih mahal tapi awet bisa lebih hemat jangka panjang
- Hitung cost per use – Bagi harga dengan perkiraan frekuensi penggunaan
- Jangan tergoda diskon besar – Diskon 70% untuk barang yang tidak dibutuhkan tetap pemborosan
Contoh sederhana: membeli sepatu kerja seharga Rp500.000 yang awet 2 tahun lebih value dibanding sepatu Rp150.000 yang rusak dalam 3 bulan.
Prinsip yang sama berlaku untuk semua keputusan pembelian—dari peralatan rumah tangga hingga kendaraan.
5. Evaluasi Kebutuhan vs Keinginan
Ini mungkin kebiasaan paling sulit dibangun: membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Kebutuhan adalah hal yang memang harus dipenuhi untuk bertahan hidup dan menjalani aktivitas. Keinginan adalah hal yang menyenangkan tapi tidak esensial.
Masalahnya, batas keduanya sering kabur. Keinginan seolah “berkamuflase” menjadi kebutuhan.
Cara Membedakan Kebutuhan dan Keinginan:
| Aspek | Kebutuhan | Keinginan |
|---|---|---|
| Sifat | Esensial untuk hidup/bekerja | Menyenangkan tapi opsional |
| Dampak jika ditunda | Mengganggu aktivitas utama | Tidak ada dampak signifikan |
| Contoh | Makanan pokok, listrik, transportasi kerja | Gadget terbaru, makan di restoran mewah |
Tips Menahan Keinginan Impulsif:
- Terapkan aturan “tunggu 24-48 jam” sebelum membeli barang non-esensial
- Tanyakan: “Apakah bulan depan masih menyesal jika tidak membeli ini?”
- Buat wishlist dan prioritaskan berdasarkan urgensi
- Alokasikan budget khusus untuk keinginan agar tetap terkontrol
Bukan berarti keinginan harus selalu ditahan. Sesekali memanjakan diri boleh saja, asalkan sudah ada alokasi khusus dan tidak mengorbankan kebutuhan pokok atau tabungan.
Membangun Kebiasaan Finansial adalah Investasi Jangka Panjang
Lima kebiasaan di atas mungkin terlihat sederhana. Tapi konsistensi dalam menjalankannya akan membentuk fondasi keuangan yang kokoh untuk rumah tangga.
Tidak ada formula ajaib untuk keuangan yang sehat. Yang ada adalah kebiasaan kecil yang dilakukan berulang-ulang hingga menjadi pola hidup.
Semoga artikel ini bermanfaat bagi pasangan yang baru memulai perjalanan rumah tangga. Terima kasih sudah membaca, dan semoga perjalanan finansial bersama pasangan selalu lancar dan penuh berkah!
Disclaimer: Informasi dalam artikel ini bersifat umum dan dapat berubah sesuai kondisi masing-masing. Untuk perencanaan keuangan yang lebih detail, disarankan berkonsultasi dengan perencana keuangan tersertifikasi.
Ardan Adhi Chandra adalah profesional media multitalenta yang saat ini berperan sebagai Engagement Editor, Reporter, dan Penulis. Dengan kemampuan yang komprehensif dalam jurnalistik digital dan content engagement, Ardan membawa perspektif unik dalam setiap konten yang dihasilkannya.