Jakarta, awal Desember 2025, harga bitcoin (BTC) kembali menembus kisaran US$ 92.000 pada sesi Selasa malam hingga Rabu pagi waktu Indonesia. Level ini muncul hanya beberapa hari setelah aset kripto terbesar itu sempat tergelincir ke area US$ 83.800–84.000 dan memicu likuidasi besar-besaran di pasar derivatif.
Lonjakan cepat seperti ini selalu memicu dua reaksi ekstrem di komunitas kripto: euforia dari kubu optimistis dan kekhawatiran dari mereka yang baru saja merasakan pahitnya koreksi. Pertanyaannya, reli kali ini masih sehat atau justru sinyal bahwa pasar masuk fase yang rawan berbalik arah? 😅
Artikel ini membedah faktor pendorong reli terbaru bitcoin, mulai dari langkah institusi besar seperti Goldman Sachs, Vanguard, dan Bank of America sampai perubahan kebijakan bank sentral Amerika Serikat. Fokusnya bukan sekadar angka harga, tetapi bagaimana katalis ini memengaruhi risiko dan strategi yang rasional bagi investor ritel.
⚠️ Harga Bitcoin, kebijakan moneter, dan regulasi aset kripto bisa berubah sewaktu-waktu.
⚠️ Angka harga, level support/resistance, dan simulasi hanya contoh ilustratif.
⚠️ Artikel ini bersifat informatif, bukan rekomendasi investasi, trading, atau ajakan spekulasi kripto.
Ringkasan Kenaikan Terbaru Harga Bitcoin
Dari koreksi ke rebound di atas US$ 92.000
Dalam beberapa hari, bitcoin bergerak dari zona koreksi tajam ke reli cepat hingga menembus sekitar US$ 92.000. Pergerakan ini terjadi setelah fase tekanan jual yang memicu likuidasi lebih dari US$ 250 juta di pasar derivatif kripto dalam sepekan sebelumnya.
Menurut keterangan Vice President Indodax Antony Kusuma yang dikutip media, penerimaan institusi keuangan besar menjadi faktor utama di balik pemulihan harga ini. Akses lebih luas ke produk berbasis bitcoin melalui ETF dan platform terregulasi memperkuat kepercayaan investor terhadap aset kripto bluechip seperti BTC.
Efek ke market cap kripto dan altcoin besar
Kenaikan bitcoin otomatis mengerek nilai pasar kripto secara keseluruhan. Kapitalisasi pasar BTC naik seiring harga yang kembali menjauh dari area koreksi, dan menyeret beberapa koin besar lain seperti ether (ETH) untuk ikut pulih meski dengan persentase berbeda.
Namun, reli altcoin tidak selalu sekuat bitcoin. Sebagin pelaku pasar masih memilih fokus ke aset yang dianggap lebih likuid dan lebih mudah diakses lewat produk institusional, sehingga rotasi ke token berisiko tinggi belum sepenuhnya deras.
Posisi reli dalam tren jangka menengah
Secara jangka menengah, reli ini tetap berada di dalam konteks tren yang masih volatile setelah bitcoin mencetak rekor baru di kisaran ratusan ribu dolar AS per koin pada Oktober lalu. Artinya, kenaikan terbaru lebih tepat dipandang sebagai fase pemulihan setelah koreksi, bukan jaminan bahwa siklus bull run akan berlangsung mulus tanpa hambatan.
Narasi utama di pasar saat ini adalah “rebound didukung institusi, tapi masih penuh noise makro dan teknikal”. Posisi seperti ini biasanya menghasilkan pergerakan harga yang tajam, baik naik maupun turun, dalam waktu singkat.
Mengapa Bitcoin Sempat Anjlok Sebelum Rebound?
Tekanan jual dan likuidasi lebih dari US$ 250 juta
Koreksi tajam yang terjadi sebelum reli terbaru berawal dari kombinasi profit taking dan posisi leverage yang terlalu agresif di pasar derivatif. Ketika harga menembus level support penting, serangkaian forced liquidation terjadi pada posisi long yang over-leverage.
Likuidasi ini menciptakan efek domino. Semakin banyak posisi tertutup paksa, semakin kuat tekanan jual, hingga harga sempat turun ke area US$ 83.800–84.000 sebelum akhirnya menemukan pembeli baru di level tersebut.
Sentimen global dan berita negatif beberapa pekan terakhir
Sebelum berita positif soal institusi dan kebijakan moneter muncul, pasar kripto dibayangi sentimen global yang kurang bersahabat. Kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi, isu regulasi di beberapa negara, dan arus keluar dari produk kripto berbasis institusi membuat pelaku pasar cenderung defensif.
Setiap headline negatif terkait kripto, baik soal kebijakan pajak, penegakan hukum, maupun kasus di industri, ikut memperberat tekanan jual. Kumulasi faktor inilah yang membuat koreksi beberapa pekan terakhir terasa cukup agresif.
Leverage tinggi dan efek domino di pasar derivatif
Pasar kripto terkenal dengan penggunaan leverage yang tinggi pada kontrak futures dan perpetual swap. Ketika harga bergerak berlawanan arah dengan posisi mayoritas trader, margin yang menipis memicu gelombang likuidasi otomatis.
Dalam situasi seperti itu, analisis fundamental sering “kalah cepat” dibanding mekanisme teknis di bursa derivatif. Baru setelah leverage berkurang dan posisi ekstrem tersapu, ruang bagi pembeli jangka menengah muncul dan rebound bisa terjadi.
Faktor Makro: The Fed, Dolar AS, dan Selera Risiko
Berakhirnya program QT dan tambahan likuiditas
Salah satu katalis penting yang menyertai reli bitcoin kali ini adalah berakhirnya program Quantitative Tightening (QT) Federal Reserve pada 1 Desember 2025. The Fed menutup QT dengan menyuntikkan sekitar US$ 13,5 miliar melalui operasi repo harian, salah satu injeksi likuiditas terbesar sejak masa pandemi.
Tambahan likuiditas biasanya menjadi kabar baik bagi aset berisiko karena tekanan pengetatan moneter mulai mereda. Investor global cenderung lebih berani mencari imbal hasil di luar instrumen ultra-aman ketika likuiditas bertambah longgar.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga dan indeks dolar
Pasar global juga menanti keputusan The Fed pada pertemuan 9–10 Desember 2025 terkait kemungkinan pemangkasan suku bunga sebesar 25 bps. Ekspektasi menuju suku bunga yang lebih rendah kerap memicu rotasi dana dari kas dan obligasi jangka pendek ke aset berisiko, termasuk kripto.
Jika indeks dolar AS melemah seiring ekspektasi pemangkasan suku bunga, aset berdenominasi dolar seperti bitcoin relatif tampak lebih menarik. Korelasi ini tidak selalu linear dari hari ke hari, tapi cukup konsisten pada horizon waktu yang lebih panjang.
Apa artinya bagi aset berisiko seperti kripto
Bagi pasar kripto, kombinasi likuiditas tambahan dan potensi penurunan suku bunga menciptakan latar belakang yang kondusif untuk reli. Namun, pengalaman beberapa siklus terakhir menunjukkan bahwa pergeseran kebijakan bank sentral bisa memicu volatilitas dua arah yang sangat tajam.
Dengan kata lain, lingkungan makro memang menjadi angin pendorong, tetapi tidak menghapus risiko koreksi mendadak ketika ekspektasi pasar tidak sejalan dengan pernyataan resmi The Fed.
Fakta vs Mitos Reli Bitcoin Dipicu Institusi
Mitos 1: Masuknya institusi berarti harga pasti naik terus
Ada anggapan bahwa begitu institusi besar seperti Goldman Sachs, Vanguard, atau Bank of America membuka akses ke produk berbasis bitcoin, harga akan naik dalam garis lurus. Narasi ini terdengar meyakinkan, tetapi tidak akurat.
Institusi adalah pelaku pasar yang juga bisa melakukan profit taking, rebalancing portofolio, bahkan mengurangi eksposur ketika risiko dinilai meningkat. Kehadiran mereka menambah kedalaman pasar, bukan menjamin arah harga selalu naik.
Mitos 2: ETF Bitcoin membuat BTC aman seperti deposito
Muncul juga asumsi bahwa ETF Bitcoin menjadikan eksposur ke BTC setara dengan menaruh dana di deposito bank. Padahal, yang berubah adalah kemasan dan saluran investasinya, bukan sifat volatilitas aset dasarnya.
Harga ETF Bitcoin tetap sangat bergantung pada harga BTC di pasar spot. Fluktuasi tajam, risiko kebijakan, dan sentimen global tetap melekat, sehingga produk ini tetap harus diperlakukan sebagai instrumen berisiko tinggi.
Fakta: Adopsi institusi penting, tapi risiko tetap besar
Faktanya, langkah institusi besar membuka akses ke produk kripto menandakan tingkat penerimaan yang lebih luas terhadap bitcoin sebagai kelas aset. Hal ini positif untuk jangka panjang karena mendorong standar tata kelola dan kepatuhan yang lebih tinggi.
Namun, risiko market crash, regulasi ketat, cyber risk, dan salah kelola portofolio tetap ada. Kehadiran institusi seharusnya dilihat sebagai sinyal penguatan ekosistem, bukan lisensi untuk berspekulasi tanpa manajemen risiko.
Solusi & Strategi Realistis Menghadapi Reli Bitcoin
Menentukan porsi kripto yang sehat dalam portofolio
Langkah pertama yang rasional adalah menentukan porsi kripto dalam portofolio secara proporsional dengan profil risiko. Banyak praktisi menyarankan porsi kripto tetap minoritas dibandingkan aset lain yang lebih stabil, terutama bagi investor dengan horizon keuangan jangka panjang.
Pendekatan ini membantu membatasi dampak volatilitas ekstrem kripto terhadap kesehatan keuangan secara keseluruhan. Jadi ketika harga berfluktuasi tajam, kerugian potensial masih dalam batas yang dapat ditoleransi.
Patuh regulasi: OJK, Bappebti, dan pajak kripto
Di Indonesia, pengawasan aset keuangan digital termasuk kripto secara bertahap beralih dari Bappebti ke OJK mengikuti amanat UU P2SK dan regulasi turunan. Peraturan OJK terbaru soal perdagangan aset keuangan digital menekankan aspek kehati-hatian dan perlindungan konsumen.
Selain itu, transaksi kripto di Indonesia telah menjadi objek pajak dengan ketentuan khusus. Mengabaikan aspek kepatuhan, baik terhadap bursa yang berizin maupun kewajiban pajak, bisa berujung pada risiko hukum di luar risiko harga.
Teknik praktis: DCA, disiplin cut loss, dan hindari FOMO
Secara praktis, beberapa strategi yang sering dipakai untuk mengelola volatilitas bitcoin antara lain:
- Dollar-cost averaging (DCA) untuk mengurangi risiko salah timing masuk pasar
- Menetapkan batas kerugian (cut loss) dan target profit yang realistis
- Menghindari keputusan investasi hanya karena fear of missing out (FOMO) saat harga melonjak
Fokus utama bukan mengejar titik terendah atau tertinggi, melainkan konsistensi dan disiplin dalam menjalankan rencana yang sudah disusun.
Ringkasan Katalis & Dampaknya ke Harga Bitcoin
Bagian ini merangkum katalis utama reli bitcoin terbaru, siapa pelakunya, serta dampaknya terhadap harga dan risiko. Tabel ini bukan daftar lengkap, tetapi memberi gambaran cepat faktor mana yang sifatnya jangka pendek dan mana yang lebih struktural.
| Katalis | Pelaku / Entitas | Dampak ke Harga | Risiko |
|---|---|---|---|
| Pembukaan akses ETF Bitcoin | Vanguard, Goldman Sachs, bank investasi lain | Menambah permintaan institusional dan kepercayaan pasar | Konsentrasi eksposur di segmen tertentu, potensi outflow besar |
| Rekomendasi alokasi BTC di nasabah wealth | Bank of America dan manajer aset global | Mendorong normalisasi bitcoin sebagai bagian portofolio resmi | Risiko herd behavior ketika rekomendasi berubah arah |
| Berakhirnya QT dan injeksi likuiditas The Fed | Federal Reserve (AS) | Melebarkan ruang bagi reli aset berisiko dalam jangka pendek | Jika ekspektasi pemangkasan suku bunga tidak terwujud, bisa picu koreksi lanjutan |
| Likuidasi posisi leverage besar-besaran | Trader derivatif kripto di berbagai bursa | Mempercepat penurunan lalu membuka ruang technical rebound | Volatilitas ekstrem, potensi kerugian besar bagi pihak yang tidak siap |
Secara garis besar, katalis institusional dan kebijakan moneter tampak lebih berdampak jangka menengah, sementara faktor leverage dan likuidasi cenderung menjadi pemicu volatilitas jangka pendek. Keduanya berinteraksi dan membuat pergerakan harga bitcoin sulit dipisahkan dari konteks makro dan dinamika pasar derivatif.
Catatan Akhir
Reli terbaru bitcoin memperlihatkan bagaimana kombinasi katalis institusional, kebijakan moneter, dan dinamika leverage bisa mengubah sentimen pasar dalam hitungan hari. Arah jangka panjang tampak semakin dipengaruhi pemain besar dan regulasi yang makin jelas, bukan sekadar spekulasi ritel.
Namun, semua itu tidak menghilangkan sifat dasar bitcoin sebagai aset berisiko tinggi yang bisa naik dan turun tajam. Pendekatan yang paling masuk akal adalah memanfaatkan informasi ini untuk membangun strategi yang disiplin, bukan sekadar mengejar hype sesaat.
Ignacio Geordi Oswaldo adalah jurnalis yang saat ini memegang posisi strategis sebagai Editor, Reporter, dan Penulis. Ignacio membawa perspektif internasional dalam peliputan berita lokal dan nasional.