Konflik pertanahan di Indonesia masih jadi momok yang menghantui banyak keluarga. Data Kementerian ATR/BPN mencatat ribuan kasus sengketa lahan terjadi setiap tahun, dan sebagian besar dipicu oleh satu masalah klasik: dokumen tanah yang tidak memiliki kekuatan hukum kuat.
Kabar terbarunya, pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) resmi mendorong transformasi digital pertanahan. Beberapa jenis surat tanah lama akan tidak berlaku lagi sebagai bukti kepemilikan utama mulai 2026.
Ini bukan soal menghilangkan hak masyarakat. Justru sebaliknya, langkah ini diambil untuk memperkuat perlindungan hukum dan menutup celah bagi praktik mafia tanah yang selama ini memanfaatkan kelemahan dokumen fisik.
Pertanyaannya sekarang — apakah dokumen tanah yang dipegang saat ini termasuk yang wajib dikonversi?
| ⚠️ Perhatian Sebelum Membaca: – Data dan regulasi dalam artikel ini dapat berubah sewaktu-waktu sesuai kebijakan Kementerian ATR/BPN – Biaya pengurusan bervariasi tergantung lokasi dan luas tanah – Artikel bersifat informatif dan edukatif, bukan nasihat hukum resmi – Untuk kepastian, selalu konfirmasi langsung ke Kantor Pertanahan setempat – Informasi terakhir diperbarui berdasarkan regulasi yang berlaku hingga 2024 |
Mengapa Dokumen Tanah Lama Rawan Sengketa?
Sebelum membahas daftar dokumen yang wajib dikonversi, penting untuk memahami akar masalahnya terlebih dahulu.
Dokumen pertanahan warisan era kolonial dan pasca-kemerdekaan seperti Girik, Petok, atau Letter C memang pernah menjadi bukti penguasaan lahan.
Namun secara hukum, dokumen-dokumen ini hanya berfungsi sebagai catatan administratif pajak atau identifikasi lahan di tingkat desa — bukan bukti kepemilikan yang sah.
Berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, hanya sertifikat yang diterbitkan oleh BPN yang diakui sebagai alat bukti kepemilikan terkuat.
Masalahnya, dokumen lama ini sangat rentan terhadap beberapa risiko serius:
- Mudah dipalsukan — Tidak ada sistem verifikasi terpusat
- Rawan hilang atau rusak — Berbentuk kertas tanpa backup digital
- Double claim — Satu bidang tanah bisa diklaim beberapa pihak dengan dokumen berbeda
- Tidak bisa diverifikasi online — Proses pengecekan manual memakan waktu lama
- Celah mafia tanah — Oknum memanfaatkan ketidakjelasan status hukum
Menurut data yang dilansir dari Kominfo.go.id, digitalisasi pertanahan menjadi prioritas nasional untuk menekan angka sengketa yang selama ini merugikan masyarakat.
5 Surat Tanah yang Wajib Dikonversi Sebelum 2026
Berikut daftar lengkap dokumen pertanahan yang tidak lagi diakui sebagai bukti kepemilikan utama dan harus segera ditingkatkan statusnya:
1. Girik, Petok A, Petok D, dan Letter C
Dokumen ini merupakan warisan sistem administrasi kolonial Belanda yang masih banyak beredar, terutama di Pulau Jawa.
Fungsi asli: Catatan pembayaran pajak tanah (landrente) dan identifikasi bidang lahan di tingkat desa.
Status hukum: Bukan bukti kepemilikan. Hanya menunjukkan bahwa seseorang pernah menguasai atau membayar pajak atas tanah tersebut.
Yang harus dilakukan: Tingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) melalui proses pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan.
2. Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Desa/Kelurahan
SKT sering dianggap masyarakat sebagai “sertifikat versi desa”. Padahal kenyataannya tidak demikian.
Fungsi asli: Surat pengenalan atau keterangan bahwa seseorang menguasai sebidang tanah di wilayah desa tersebut.
Status hukum: Tidak memiliki kekuatan hukum untuk transaksi jual beli, agunan bank, atau sengketa di pengadilan.
Yang harus dilakukan: Gunakan SKT sebagai salah satu dokumen pendukung untuk mengurus sertifikat resmi di BPN.
3. Surat Keterangan Riwayat Tanah (SKRT)
Dokumen ini biasa digunakan dalam proses waris atau jual beli tanah yang belum bersertifikat.
Fungsi asli: Menjelaskan kronologi kepemilikan atau penguasaan tanah dari waktu ke waktu.
Status hukum: Hanya bersifat administratif. Tidak bisa dijadikan dasar kepemilikan di mata hukum.
Yang harus dilakukan: Segera proses menjadi sertifikat sebelum melakukan transaksi apapun.
4. Akta Jual Beli (AJB) Lama yang Belum Didaftarkan ke BPN
Banyak yang mengira setelah membuat AJB di hadapan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah), proses kepemilikan sudah selesai. Ini adalah kesalahpahaman umum.
Fungsi asli: Bukti bahwa telah terjadi transaksi jual beli yang sah antara penjual dan pembeli.
Status hukum: AJB hanya sah sebagai bukti peralihan hak. Kepemilikan baru diakui setelah didaftarkan dan terbit sertifikat atas nama pembeli.
Yang harus dilakukan: Segera daftarkan AJB ke Kantor Pertanahan untuk proses balik nama sertifikat.
5. Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT)
SKPT biasanya diterbitkan oleh camat atau kepala desa untuk tanah-tanah yang belum terdaftar di BPN.
Fungsi asli: Bukti sementara bahwa seseorang menguasai fisik tanah tersebut.
Status hukum: Bersifat temporer dan tidak bisa digunakan sebagai jaminan atau bukti di pengadilan.
Yang harus dilakukan: Proses peningkatan status menjadi sertifikat melalui jalur PTSL atau pendaftaran sporadik.
Informasi Seputar Kebijakan Ini
Banyak informasi simpang siur beredar di masyarakat terkait kebijakan konversi dokumen tanah. Berikut klarifikasinya:
| ❌ Mitos | ✅ Fakta |
|---|---|
| “Tanah dengan Girik akan disita negara” | Tidak benar. Hak tetap diakui selama bisa dibuktikan, hanya saja perlindungan hukumnya lemah tanpa sertifikat |
| “Konversi dokumen pasti mahal dan ribet” | Program PTSL dari pemerintah menyediakan sertifikasi gratis untuk masyarakat yang memenuhi syarat |
| “Semua dokumen lama langsung hangus 2026” | Dokumen tetap bisa digunakan sebagai dasar pengurusan sertifikat, tapi tidak lagi menjadi bukti kepemilikan utama |
| “Sertifikat elektronik bisa di-hack” | Sistem sertifikat elektronik BPN dilengkapi enkripsi dan terintegrasi dengan database nasional, justru lebih aman dari pemalsuan |
| “Harus bayar calo untuk urus sertifikat” | Pengurusan bisa dilakukan mandiri langsung ke Kantor Pertanahan atau melalui aplikasi resmi Sentuh Tanahku |
Cara Aman Konversi Dokumen Tanah Lama
Proses konversi dokumen tanah lama menjadi sertifikat resmi sebenarnya tidak serumit yang dibayangkan. Berikut langkah-langkahnya:
Langkah 1: Siapkan Dokumen Pendukung
Kumpulkan semua dokumen yang berkaitan dengan tanah tersebut:
- Dokumen alas hak lama (Girik/Petok/Letter C/SKT/SKRT/AJB)
- Fotokopi KTP pemilik
- Fotokopi Kartu Keluarga
- SPPT PBB tahun terakhir
- Surat pernyataan penguasaan fisik tanah
- Surat keterangan tidak sengketa dari RT/RW dan Kelurahan
- Foto lokasi tanah (tampak depan dan batas-batas)
Langkah 2: Kunjungi Kantor Pertanahan
Datang ke Kantor Pertanahan kabupaten/kota setempat sesuai lokasi tanah berada.
Ambil nomor antrean dan sampaikan tujuan untuk mendaftarkan tanah pertama kali atau konversi dokumen lama.
Langkah 3: Pengukuran Bidang Tanah
Petugas BPN akan melakukan pengukuran fisik bidang tanah. Pastikan batas-batas tanah sudah jelas dan tidak ada sengketa dengan tetangga.
Hasil pengukuran akan menghasilkan Surat Ukur yang menjadi dasar penerbitan sertifikat.
Langkah 4: Pengumuman dan Verifikasi
Setelah berkas lengkap dan pengukuran selesai, akan ada masa pengumuman selama 60 hari (untuk tanah yang belum pernah terdaftar). Ini memberi kesempatan pihak lain untuk mengajukan keberatan jika ada klaim.
Langkah 5: Penerbitan Sertifikat
Jika tidak ada keberatan selama masa pengumuman, sertifikat akan diterbitkan. Sertifikat fisik nantinya bisa dikonversi lagi menjadi sertifikat elektronik melalui sistem BPN.
Alternatif Melalui Program PTSL (Gratis!)
Bagi masyarakat yang belum mampu mengurus sertifikat secara mandiri, pemerintah menyediakan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Keuntungan PTSL:
- Biaya pengurusan GRATIS (ditanggung pemerintah)
- Proses lebih cepat karena dilakukan massal
- Didampingi petugas BPN
Cara mengikuti PTSL:
- Hubungi kantor desa/kelurahan untuk informasi jadwal PTSL di wilayah tersebut
- Daftarkan diri sebagai peserta
- Siapkan dokumen yang diminta
- Ikuti proses pengukuran dan verifikasi
Menurut Kementerian ATR/BPN, program PTSL telah menerbitkan jutaan sertifikat untuk masyarakat di seluruh Indonesia sejak diluncurkan.
Tabel Perbandingan Kekuatan Hukum Dokumen
Berikut perbandingan status hukum masing-masing dokumen pertanahan:
| Jenis Dokumen | Kekuatan Hukum | Bisa untuk Jual Beli? | Bisa untuk Agunan Bank? | Status 2026 |
|---|---|---|---|---|
| Girik/Petok/Letter C | ❌ Lemah | Tidak Disarankan | ❌ Tidak Bisa | Wajib Konversi |
| SKT Desa | ❌ Lemah | Tidak Disarankan | ❌ Tidak Bisa | Wajib Konversi |
| SKRT | ❌ Lemah | Tidak Disarankan | ❌ Tidak Bisa | Wajib Konversi |
| AJB Belum Didaftar | ⚠️ Sedang | Perlu Balik Nama | ❌ Tidak Bisa | Wajib Daftar |
| SKPT | ❌ Lemah | Tidak Disarankan | ❌ Tidak Bisa | Wajib Konversi |
| Sertifikat Hak Milik (SHM) | ✅ Kuat | ✅ Bisa | ✅ Bisa | Aman |
| Sertifikat Elektronik | ✅ Sangat Kuat | ✅ Bisa | ✅ Bisa | Standar Baru |
Tabel di atas menunjukkan bahwa hanya sertifikat resmi dari BPN yang memberikan perlindungan hukum maksimal.
Biaya dan Estimasi Waktu Pengurusan
Berikut gambaran biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk proses konversi dokumen:
| Jenis Pengurusan | Estimasi Biaya | Estimasi Waktu | Keterangan |
|---|---|---|---|
| Pendaftaran Tanah Pertama Kali (Sporadik) | Rp500.000 – Rp2.000.000+ | 3-12 bulan | Tergantung luas tanah dan lokasi |
| Program PTSL | GRATIS | 1-6 bulan | Sesuai jadwal pemerintah |
| Balik Nama Sertifikat | Rp50.000 + 1% NJOP | 1-2 minggu | Untuk AJB yang sudah ada sertifikat |
| Konversi ke Sertifikat Elektronik | Rp50.000 – Rp100.000 | 1-7 hari kerja | Untuk sertifikat fisik yang sudah ada |
| Pengukuran Ulang | Rp150.000 – Rp500.000 | 1-2 minggu | Jika batas tanah bermasalah |
Catatan: Biaya di atas merupakan estimasi dan dapat berbeda di setiap daerah. Beberapa kantor pertanahan juga mengenakan biaya tambahan untuk materai, fotokopi, dan administrasi lainnya. Selalu minta rincian biaya resmi sebelum memulai proses pengurusan.
Tips Agar Proses Konversi Lancar
Beberapa hal yang bisa mempercepat dan memperlancar proses pengurusan sertifikat:
- Pastikan tidak ada sengketa — Selesaikan masalah batas tanah dengan tetangga sebelum mengajukan
- Lengkapi dokumen dari awal — Dokumen tidak lengkap adalah penyebab utama pengurusan molor
- Bayar PBB tepat waktu — Tunggakan PBB bisa menghambat proses
- Datang langsung ke kantor BPN — Hindari calo untuk menekan biaya dan risiko penipuan
- Manfaatkan aplikasi Sentuh Tanahku — Untuk tracking status pengurusan secara online
- Ikut program PTSL jika tersedia — Proses lebih cepat dan gratis
Kontak Bantuan & Informasi
Untuk informasi lebih lanjut atau konsultasi, hubungi:
Kementerian ATR/BPN
- Website: https://www.atrbpn.go.id
- Call Center: 021-1500-766
- Email: [email protected]
Aplikasi Resmi:
- Sentuh Tanahku (Android & iOS)
- Website: https://sentuh-tanahku.atrbpn.go.id
Kantor Pertanahan:
- Kunjungi Kantor Pertanahan kabupaten/kota sesuai lokasi tanah
- Bawa dokumen asli untuk konsultasi langsung
Penutup
Transformasi digital pertanahan memang membawa perubahan besar. Tapi perubahan ini justru memberikan perlindungan lebih kuat bagi pemilik tanah yang sah.
Jangan tunggu sampai terjadi masalah. Segera cek dokumen tanah yang dimiliki dan mulai proses konversi jika memang termasuk kategori yang wajib diperbarui.
Semoga informasi ini bermanfaat dan membantu mengamankan aset pertanahan keluarga. Terima kasih sudah membaca sampai selesai, semoga proses pengurusan dokumennya lancar tanpa kendala. 🙏
Ardhi Suryadhi adalah seorang jurnalis senior sekaligus anggota Dewan Redaksi detikcom, salah satu portal berita online terbesar di Indonesia. Lahir di Jakarta pada tahun 1982, Ardhi telah mengabdikan hampir dua dekade hidupnya dalam dunia jurnalistik digital Indonesia.