Beranda » Pinjol » Tidak Bayar Pinjol Legal, Apa Konsekuensinya? Ini Penjelasan Lengkap dari AFPI

Tidak Bayar Pinjol Legal, Apa Konsekuensinya? Ini Penjelasan Lengkap dari AFPI

Banyak yang mengira utang pinjaman online (pinjol) bisa hangus begitu saja jika diabaikan cukup lama. Klaim ini beredar luas di media sosial, terutama dari mereka yang sudah terlanjur gagal bayar (galbay).

Faktanya, asumsi tersebut keliru—setidaknya untuk pinjol legal yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Nah, apa sebenarnya yang terjadi jika seseorang tidak membayar utang pinjol legal? Bagaimana proses penagihannya, dan berapa batas maksimal bunga serta denda yang boleh dikenakan?

Artikel ini akan mengupas tuntas berdasarkan regulasi terbaru OJK dan pernyataan resmi dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Sebelum membahas konsekuensi, penting untuk memahami perbedaan mendasar antara pinjol legal dan ilegal.

Pinjol legal adalah platform fintech peer-to-peer (P2P) lending yang sudah mengantongi izin dari OJK. Penagihan dilakukan sesuai aturan, tanpa intimidasi, dan ada batas maksimal bunga serta denda yang diatur regulasi.

Sebaliknya, pinjol ilegal tidak terikat aturan manapun. Praktik penagihan sering kali melanggar hukum—mulai dari teror ke kontak darurat, penyebaran data pribadi, hingga ancaman.

Baca Juga:  Daftar Pinjol Bunga Rendah Limit Tinggi: Pengajuan, Persetujuan, hingga Mengatur Cicilan

Jadi, ketika membahas “risiko tidak bayar pinjol,” konteksnya sangat berbeda tergantung legalitas platform tersebut.

Data Galbay Pinjol per Maret 2025

Berdasarkan data Statistik Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) OJK, outstanding pinjaman fintech P2P lending yang belum dibayarkan per Maret 2025 mencapai Rp 79,96 triliun.

Persentase gagal bayar secara nasional tercatat 2,77%.

Berikut sebaran geografisnya:

Wilayah Total Outstanding Persentase Galbay
Pulau Jawa Rp 56,3 triliun 3,08%
Luar Pulau Jawa Rp 23,66 triliun 2,03%
Total Nasional Rp 79,96 triliun 2,77%

Persentase galbay ini dihitung dari jumlah debitur dengan status kredit macet lebih dari 90 hari, atau yang dikenal dengan istilah TWP90 (Tingkat Wanprestasi 90 Hari).

Angka ini menunjukkan bahwa masalah gagal bayar pinjol bukan kasus langka—dan platform fintech legal tetap akan menagih hingga utang lunas.

Pernyataan Resmi Ketua AFPI: Utang Tetap Wajib Dibayar

Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S Djafar, menegaskan bahwa perusahaan fintech lending akan terus melakukan penagihan kepada debitur yang menunggak.

“Kami tetap melakukan penagihan. Karena apapun ceritanya, yang namanya kredit atau pinjaman itu wajib dibayar. Nggak bisa gratis kayak gitu. Ini kan bukan yayasan sosial, tetapi harus dibayar.”

Pernyataan ini disampaikan langsung kepada detikcom.

Entjik juga menambahkan bahwa OJK telah melakukan edukasi dan literasi kepada masyarakat terkait kewajiban membayar pinjaman. Singkatnya, tidak ada skenario di mana utang pinjol legal bisa “hilang” dengan sendirinya.

Lalu apa konsekuensi nyata jika tetap tidak membayar? Berikut risiko yang perlu dipahami:

1. Bunga dan Denda Terus Menumpuk

Ini risiko paling langsung. Selama utang belum lunas, bunga harian dan denda keterlambatan akan terus berjalan.

Baca Juga:  NIK KTP Dipakai Pinjol, Tapi Bukan Kamu? Begini Cara Blokirnya Via ojk.go.id

Meski OJK sudah menetapkan batas maksimal, akumulasi dalam jangka panjang tetap bisa membengkak signifikan.

2. Riwayat Kredit Tercatat Buruk

Pinjol legal terhubung dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK. Status galbay akan tercatat dan mempengaruhi skor kredit.

Dampaknya? Pengajuan kredit di bank, KPR, kartu kredit, atau pinjaman lain bisa ditolak karena catatan buruk ini.

3. Penagihan Berkelanjutan

Berbeda dengan pinjol ilegal yang mungkin “menyerah” setelah beberapa waktu, pinjol legal memiliki sistem penagihan terstruktur.

Proses penagihan bisa berlanjut melalui pihak ketiga (debt collector) yang tetap terikat kode etik AFPI.

4. Potensi Jalur Hukum

Dalam kasus tertentu, platform fintech berhak menempuh jalur hukum untuk menagih utang. Ini jarang terjadi untuk nominal kecil, tapi bukan tidak mungkin.

Aturan Bunga dan Denda Pinjol: SE OJK No. 19/2023

Kabar baiknya, OJK telah menetapkan batasan ketat soal bunga dan denda pinjol melalui Surat Edaran OJK Nomor 19/SEOJK.06/2023.

Regulasi ini membedakan tarif berdasarkan jenis pinjaman:

Manfaat Ekonomi (Bunga + Biaya)

Istilah “manfaat ekonomi” mencakup bunga/margin/bagi hasil, biaya administrasi, fee platform, dan biaya lainnya—tidak termasuk denda keterlambatan, bea meterai, dan pajak.

Jenis Pinjaman 1 Jan 2024 1 Jan 2025 1 Jan 2026
Pinjaman Produktif 0,1%/hari 0,1%/hari 0,067%/hari
Pinjaman Konsumtif 0,3%/hari 0,2%/hari 0,1%/hari

Tabel di atas menunjukkan tren penurunan tarif secara bertahap hingga 2026.

Denda Keterlambatan

Selain manfaat ekonomi, debitur galbay juga dikenakan denda keterlambatan yang dihitung dari nilai baki debet (sisa pokok pinjaman).

Jenis Pinjaman 1 Jan 2024 1 Jan 2025 1 Jan 2026
Pinjaman Produktif 0,1%/hari 0,1%/hari 0,067%/hari
Pinjaman Konsumtif 0,3%/hari 0,2%/hari 0,1%/hari
Selain manfaat ekonomi, debitur galbay juga dikenakan denda keterlambatan yang dihitung dari nilai baki debet (sisa pokok pinjaman).
Baca Juga:  Data Dipakai Pinjol Tanpa Izin? Begini Cara Cek dan Lapornya ke OJK

Besaran tarif ini dapat berubah sesuai evaluasi berkala OJK dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan perkembangan industri fintech lending.

Batas Maksimal Total Tagihan: Aturan 100%

Ini poin penting yang sering tidak diketahui banyak orang.

Berdasarkan SE OJK No. 19/2023, seluruh manfaat ekonomi dan denda keterlambatan tidak boleh melebihi 100% dari nilai pinjaman awal.

Artinya, jika seseorang meminjam Rp 1 juta, maka total bunga dan denda yang bisa ditagih maksimal Rp 1 juta juga. Total tagihan maksimal adalah Rp 2 juta (pokok + bunga/denda).

Aturan plafon 100% ini menjadi perlindungan bagi debitur agar tidak terjebak dalam utang yang membengkak tanpa batas.

Namun perlu dicatat: aturan ini hanya berlaku untuk pinjol legal. Platform ilegal tidak tunduk pada regulasi ini.

Solusi Jika Kesulitan Membayar Pinjol

Bagi yang sudah terlanjur kesulitan, berikut beberapa langkah realistis yang bisa ditempuh:

1. Hubungi Platform Sebelum Jatuh Tempo

Jangan menunggu sampai ditagih. Komunikasi proaktif dengan platform fintech bisa membuka opsi restrukturisasi atau perpanjangan tenor.

2. Negosiasi Keringanan

Beberapa platform menyediakan program keringanan untuk debitur yang kooperatif. Ini bisa berupa penghapusan sebagian denda atau penjadwalan ulang pembayaran.

Jika memiliki utang di beberapa platform, utamakan pelunasan pinjol legal karena dampaknya terhadap skor kredit SLIK.

4. Lapor ke OJK Jika Ada Pelanggaran

Merasa ditagih dengan cara tidak wajar? Laporkan ke OJK melalui kontak resmi:

Penutup

Tidak membayar utang pinjol legal bukan pilihan yang bijak. Selain bunga dan denda yang terus berjalan, catatan kredit buruk di SLIK OJK bisa mempengaruhi akses keuangan di masa depan.

Meski OJK sudah menetapkan batas maksimal tagihan 100% dari nilai pinjaman, beban finansial tetap bisa terasa berat jika dibiarkan berlarut.

Semoga artikel ini membantu memberikan gambaran yang jelas. Terima kasih sudah membaca, dan semoga selalu diberikan kelancaran dalam mengelola keuangan!

Ardhi Suryadhi

Ardhi Suryadhi adalah seorang jurnalis senior sekaligus anggota Dewan Redaksi detikcom, salah satu portal berita online terbesar di Indonesia. Lahir di Jakarta pada tahun 1982, Ardhi telah mengabdikan hampir dua dekade hidupnya dalam dunia jurnalistik digital Indonesia.